
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim Terbitkan Aturan Terbaru, Para Guru dan Orangtua Pasti Senang
10 Agustus 2023 0 By Tim RedaksiMETROONLINENTT.COM – Mendikbud Ristek Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbud Ristek baru sebagai Merdeka Belajar Episode 25.
Yakni Permendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau Permendikbud Ristek PPKSP.
Aturan tersebut bertujuan untuk menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi.
Selain itu juga untuk membantu satuan pendidikan dalam menangani kasus kekerasan mencakup kekerasan bentuk daring, psikis, dan lainnya dengan berspektif pada korban.
Baca Juga:
Bank BRI Keluarkan Imbauan Terbaru, Untuk Seluruh Nasabah di Indonesia, Simak
Mengejutkan, Megawati Soekarnoputri Keluarkan Peringatan Terbaru, Seluruh Warga RI Wajib Tahu
Nadiem menyampaikan hal tersebut dalam Peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25 di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbud Ristek, Jakarta.
“Untuk itulah, beberapa tahun terakhir kami melibatkan berbagai pihak untuk merancang sebuah regulasi yang dapat mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan,” jelasnya, dilansir dari kemdikbud.go.id, Kamis (10/8/2023)
“Pada hari ini akan kita luncurkan bersama yaitu Permendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan,” sambungnya.
Adapun regulasi baru tersebut menggantikan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Menurut Nadiem, Permendikbud Ristek PPKSP ini akan melindungi peserta didik, pendidik, serta tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi pada kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun luar satuan pendidikan.
Peraturan tersebut juga menjadi bagian penting dalam memenuhi amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang bertujuan untuk melindungi anak.
Nadiem mengklaim Permendikbud Ristek ini akan menghilangkan area abu-abu dengan memberikan definisi yang jelas.
Khususnya dalam membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, serta diskriminasi dan intoleransi.
Hal tersebut bertujuan untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.
Selain itu, peraturan ini juga memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di satuan pendidikan.
Baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain sebagainya.
Kemudian, peraturan ini mengatur mekanisme pencegahan kekerasan oleh satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbud Ristek.
Serta mengatur tata cara penanganan kekerasan yang berpihak pada korban yang mendukung pemulihan.
Satuan pendidikan juga harus membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).
Sedangkan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota perlu membentuk Satuan Tugas (Satgas).
Tim TPPK dan Satgas dibentuk dalam waktu enam sampai 12 bulan setelah peraturan ini disahkan agar kekerasan segera ditangani.
Nantinya, dua kelompok tersebut bertugas melakukan penanganan kekerasan serta memastikan pemulihan bagi korban.
Selain itu juga memberikan sanksi administratif kepada pelaku peserta didik dengan mempertimbangkan sanksi edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikannya.
Sebagai informasi, data hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022 menyebutkan sebanyak 34,51 persen peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual.
Kemudian 26,9 persen peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik dan 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.
Baca Juga:
Wahai Seluruh Para UMKM di Indonesia, Ada Kabar Baik dan Menggembirakan, Alhamdulillah
Kabar Penting, DJP Akan Hapus NPWP Ini, Mulai 1 Januari 2024, Simak
Hal tersebut diperkuat oleh hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (SNPHAR, KPPPA) tahun 2021.
Dalam survei tersebut, 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.
Lalu data aduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada perlindungan khusus anak tahun 2022 menyebutkan kategori tertinggi anak korban kejahatan seksual, yakni anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber sebanyak 2.133.
Baca Juga:
(Vid/Nes)